-->

DPRD Sulut Temui Masalah Serius Pada Pelabuhan Penyeberangan Likupang.

News Blessing
Thursday, November 12, 2020, 9:06:00 PM WIB Last Updated 2021-03-13T22:13:11Z

Penebangan mangrove dipelabuhan penyeberagan likupang

 Sulut, NB- Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) melakukan kunjungan kerja pada Pelabuhan Penyeberangan Likupang sebagai Mitra kerja.


Yang turut hadir dalam kunjungan kerja tersebut kadis DLH dan kadis Ketenagakerjaan Sulut.


Ketua Komisi VI DPRD Sulut, Braien Waworuntu dan Anggota Melky J. Pengemanan menyesalkan apa yang terjadi dilapangan.


Pasalnya terdapat dilapangan ada penebangan mangrove dan masalah ketenagakerjaan mulai dari upah hingga pemanfaatan tenaga kerja lokal. Seperti yang diungkapkan BW kepada awak media pada, rabu (11/11/20) kemarin.


Kepada balai pengelola Transportasi Darat Wilayah XXII Provinsi Sulut dan pihak pelaksana PT. Hisar Makmur.


"Jangan sekali-kali memanipulasi data pekerja dan wajib membayarkan Upah bulanan pekerja sejumlah Rp. 3310723." Tegas BW


Lanjut BW soal, "Penebangan Mangrove yang memiliki manfaat bagi lingkungan serta melindungi undang-undang merupakan konstitusi bagi bangsa dan negara Indonesia serta merusak alam dan lingkungan hidup yang merupakan warisan leluhur kepada anak dan cucu kita," jelas BW.


Selebihnya BW menyesalkan ketidak hadiran kepala balai pengelola transportasi darat XXII Prov Sulut dalam kunjungan tersebut.


"Mungkin kebalai menganggap remeh DPRD Sulut," tutup BW.



Melky Jakhin Pangemanan juga menyesalkan hal tersebut.


"kami juga menemukan fakta dilapangan terkait penebangan mangrove di lokasi pekerjaan rehabilitasi pelabuhan penyeberangan likupang," tegas MJP


MJP juga menambahkan, "UU 33 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasa 32 ayat 1 dengan jelas mengamanahkan bahwa AMDAL/UKL-UPL wajib memiliki ijin lingkungan," katanya


Dalam penemuan dilapangan tersebut maka komisi VI akan menindaklanjuti karena dianggap serius dan terkesan mengabaikan perintah undang-undang.


"Ini adalah ide yang berat dan harus dipertanggungjawabkan. Komisi VI juga masalah tenaga kerja, dimana data administrasi pekerja yang diberikan tidak rapi dan sangat asal-asalan. Diduga ada kekeliruan dalam memberi informasi dan data pekerja, ujarnya


"Ini menunjukan bahwa tidak profesional dalam mengelola data pekerja. Ada juga masalah pada pembayaran Upah/Gaji para pekerja. Temuan komiai VI, pihak yang terkait tidak membayar upah pekerja sesuai dengan SK Gubernur Sulut nomor 446 Tahun 2019, yakni sejumlah Rp. 3.310.723," beber MJP


Padahal setiap perusahaan wajib menaati ketentuan upah minimum provinsi (UMP).


"Prinsip dasar dari ketentuan ini adalah batas upah minimum yang diperbolehkan, yaitu larangan membayar upah kebuh rendah. Dasar hukumnya adalah UU Ketenagakerjaan pasal 90 ayat 1, yakni pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minumim yang dimaksud pasal 89," tutup MJP

(Enzo)

Komentar

Tampilkan

Terkini

ekonomi dan bisnis

+